Saling tuding antara Gayus Tambunan dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dinilai bisa menjatuhkan kredibilitas Presiden. Karenanya, Presiden Yudhoyono diimbau membentuk tim rahasia (silence team) yang melibatkan pihak intelijen untuk menguak kebenaran di balik perang kata-kata antara Gayus dan Satgas.
"Saya usulkan agar Presiden membentuk silence team untuk mengklarifikasi pengakuan Gayus dan Satgas. Gunakan intelijen untuk mendalami apa yang dilakukan Gayus dan Satgas," kata anggota Komisi Hukum DPR Nasir Jamil usai rapat internal Komisi III di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Politisi PKS itu menyarankan jumlah anggota tim rahasia tidak perlu banyak, cukup dua sampai tiga orang saja. Bahkan menurutnya, pembentukan tim tersebut tidak perlu diketahui oleh publik. "Itulah yang harus dilakukan Presiden. Tidak hanya menunggu laporan tertulis Satgas," ujar Nasir.
Ia menilai, tidak akan efektif bila Presiden sekadar pasif menunggu laporan tertulis dari Satgas. Padahal, kata Nasir, pengakuan Gayus yang menggegerkan publik kemarin berpotensi menjatuhkan kredibilitas Presiden. Pasalnya, Satgas adalah bentukan Presiden.
"Apalagi arah Satgas sejak awal memang tidak jelas. Terlepas dari benar atau tidaknya pernyataan Gayus, Satgas memang berada di luar struktur sehingga potensi penyimpangannya cukup besar," tutur putra asal Aceh itu.
Nasir bahkan mengusulkan agar Satgas dibubarkan apabila ternyata lebih banyak membawa keburukan daripada manfaat. Hal ini senada dengan saran anggota Komisi III asal PDIP, Eva Kusuma Sundari, yang melihat kinerja Satgas tidak substantif seperti harapan publik.
"Saya tidak pernah melihat Satgas bekerja substansial untuk memberantas mafia hukum. Mereka malah lari ke isu-isu yang tidak penting seperti wig Gayus, paspor Gayus, Milana (istri Gayus)," keluh Eva. Semua itu menurutnya justru kontraproduktif terhadap upaya penegakan hukum yang sedang digalang Presiden.
"Kuncinya ada di Presiden, karena Satgas kan bentukan Presiden. Terserah Presiden, apakah Satgas akan dipertahankan atau dibubarkan," tutup Eva.
Usut Gayus-Denny, SBY Perlu Tim Rahasia
Saling tuding antara Gayus Tambunan dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dinilai bisa menjatuhkan kredibilitas Presiden. Karenanya, Presiden Yudhoyono diimbau membentuk tim rahasia (silence team) yang melibatkan pihak intelijen untuk menguak kebenaran di balik perang kata-kata antara Gayus dan Satgas.
"Saya usulkan agar Presiden membentuk silence team untuk mengklarifikasi pengakuan Gayus dan Satgas. Gunakan intelijen untuk mendalami apa yang dilakukan Gayus dan Satgas," kata anggota Komisi Hukum DPR Nasir Jamil usai rapat internal Komisi III di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Politisi PKS itu menyarankan jumlah anggota tim rahasia tidak perlu banyak, cukup dua sampai tiga orang saja. Bahkan menurutnya, pembentukan tim tersebut tidak perlu diketahui oleh publik. "Itulah yang harus dilakukan Presiden. Tidak hanya menunggu laporan tertulis Satgas," ujar Nasir.
Ia menilai, tidak akan efektif bila Presiden sekadar pasif menunggu laporan tertulis dari Satgas. Padahal, kata Nasir, pengakuan Gayus yang menggegerkan publik kemarin berpotensi menjatuhkan kredibilitas Presiden. Pasalnya, Satgas adalah bentukan Presiden.
"Apalagi arah Satgas sejak awal memang tidak jelas. Terlepas dari benar atau tidaknya pernyataan Gayus, Satgas memang berada di luar struktur sehingga potensi penyimpangannya cukup besar," tutur putra asal Aceh itu.
Nasir bahkan mengusulkan agar Satgas dibubarkan apabila ternyata lebih banyak membawa keburukan daripada manfaat. Hal ini senada dengan saran anggota Komisi III asal PDIP, Eva Kusuma Sundari, yang melihat kinerja Satgas tidak substantif seperti harapan publik.
"Saya tidak pernah melihat Satgas bekerja substansial untuk memberantas mafia hukum. Mereka malah lari ke isu-isu yang tidak penting seperti wig Gayus, paspor Gayus, Milana (istri Gayus)," keluh Eva. Semua itu menurutnya justru kontraproduktif terhadap upaya penegakan hukum yang sedang digalang Presiden.
"Kuncinya ada di Presiden, karena Satgas kan bentukan Presiden. Terserah Presiden, apakah Satgas akan dipertahankan atau dibubarkan," tutup Eva.
"Saya usulkan agar Presiden membentuk silence team untuk mengklarifikasi pengakuan Gayus dan Satgas. Gunakan intelijen untuk mendalami apa yang dilakukan Gayus dan Satgas," kata anggota Komisi Hukum DPR Nasir Jamil usai rapat internal Komisi III di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Politisi PKS itu menyarankan jumlah anggota tim rahasia tidak perlu banyak, cukup dua sampai tiga orang saja. Bahkan menurutnya, pembentukan tim tersebut tidak perlu diketahui oleh publik. "Itulah yang harus dilakukan Presiden. Tidak hanya menunggu laporan tertulis Satgas," ujar Nasir.
Ia menilai, tidak akan efektif bila Presiden sekadar pasif menunggu laporan tertulis dari Satgas. Padahal, kata Nasir, pengakuan Gayus yang menggegerkan publik kemarin berpotensi menjatuhkan kredibilitas Presiden. Pasalnya, Satgas adalah bentukan Presiden.
"Apalagi arah Satgas sejak awal memang tidak jelas. Terlepas dari benar atau tidaknya pernyataan Gayus, Satgas memang berada di luar struktur sehingga potensi penyimpangannya cukup besar," tutur putra asal Aceh itu.
Nasir bahkan mengusulkan agar Satgas dibubarkan apabila ternyata lebih banyak membawa keburukan daripada manfaat. Hal ini senada dengan saran anggota Komisi III asal PDIP, Eva Kusuma Sundari, yang melihat kinerja Satgas tidak substantif seperti harapan publik.
"Saya tidak pernah melihat Satgas bekerja substansial untuk memberantas mafia hukum. Mereka malah lari ke isu-isu yang tidak penting seperti wig Gayus, paspor Gayus, Milana (istri Gayus)," keluh Eva. Semua itu menurutnya justru kontraproduktif terhadap upaya penegakan hukum yang sedang digalang Presiden.
"Kuncinya ada di Presiden, karena Satgas kan bentukan Presiden. Terserah Presiden, apakah Satgas akan dipertahankan atau dibubarkan," tutup Eva.